Monday 1 June 2009

CARL MENGER

1. BIOGRAFI

Nama : Carl Menger

Tempat tanggal lahir : Neu-Sandez, 1840

Wafat : 1921

Jenis kelamin : laki-laki

Asal Negara : Austria

Pekerjaan orang tua

Ayah : pengacara

Ibu : putri dari pedagang Bohemian yang kaya

Mazhab : Austria.

Riwayat keluarga : Menger adalah salah satu dari tiga bersaudara.

Murid :

  • Eugen Bohm-Bawerk
  • Friedrich Wieser

Riwayat pendidikan :

  • 1859-1860, mempelajari hukum dan ilmu politik di universitas Vienna.
  • 1867, memperolrh gelar Doktor dari Universitas Krakow.

Riwayat pekerjaan :

  • mejadi penulis sejumlah novel pendek dan komedi di Koran-koran local.
  • menjadi reporter di kantor perdana menteri di Vienna. Dan sering menulis untuk Koran resmi wiener zeitung.
  • 1871, Menger mendapat pekerjaan di Austrian civil service.
  • menjadi seorang privatdozent, pengajar yang tak dibayar.
  • 1873, Menger diangkat menjadi seorang professor “extraordinary” di bidang hukum dan ilmu politik.
  • 1876, Menger mengajar pangeran pewaris tahta Austria.
  • 1879, Menger diangkat sebagai ketua jurusan hukum dan ekonomi politik di Universitas Vienna.
  • 1903, Menger mengundurkan diri dari universitas Vienna.

2. KEHIDUPAN PRIBADI TOKOH

Pada 1903, di usia 63 tahun, Menger mengundurkan diri dari jabatan prestisiusnya sebagai ketua jurusan di universitas. Biasanya professor universitas pensiun pada umur 70 tahun. Mengapa dia pension lebih awal? Penyebab resminya adalah karena “sakit”. Tetapi sakitnya tak pernah diketahui. Baru-baru ini muncul bukti bahwa Carl Menger telah lama menjalin hubungan tanpa nikah dengan seorang perempuan bernama Hermine Andermann. Wanita ini mungkin pelayannya. Menger berhenti mengajar di Vienna sejak putranya, Karl lahir dan satu setengah tahun kemudian dia mengajukan pensiun. Carl Menger meninggal dalam keadaan belum menikah tetapi dia berusaha dan akhirnya mendapat pengakuan sah dari kaisar Joseph untuk putranya, yang kelak menjadi ahli matematika terkenal

Menurut Erich Streissler, seorang professor ekonomi di Universitas Vienna dan sosok yang dihormati karena pengetahuan sejarahnya yang mendalam, Menger mungkin tidak bisa menikahi Hermaine sebab dia Katolik, dan seorang katolik tidak boleh menikahi orang Yahudi sebab semua pernikahan adalah upacara keagamaan. Tampaknya, kelahiran putranya bukan karena hubungan mereka semestinya dilihat sebagai pernikahan “common-law” mengingat situasi saat itu. Hermaine Andermann mewarisi perpustakaan Menger yang berharga. Seorang Profesor Jepang yang membeli perpustakaan Menger untuk dibawa ke Tokyo dalam negosiasinya menyebutnya sebagai “Nyonya Menger”. Pada 1987, cucu Menger,Eve,menyumbangkan paper-paper Carl Menger untuk Duke University. Untungnya, karya utama dari pengikut-pengikutnya, Natural Value oleh Wiesel dan Positive Theory of Capital oleh Bohm-bawerk, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada akhir abad 19 dan karena itu menyebarkan teori Menger. Menger itu seperti Marx, yakni jika bukan karena semangat pengikutnya yang cerdas, namanya mungkin tidak terkenal sampai sekarang.


3. KARYA ILMIAH

Carl Menger dianggap sebagai bapak endiri mazhab ekonomi Austrian. Hal ini disebabkan ia bertanggungjawab atas pengembangan dua pilar ekonomi Austrian. Pertama, Menger membantu membentuk teori nilai subjektif. Kedua, ia berpendapat bahwa pengetahuan ekonomi hanya dapat diperoleh dengan menarik kesimpulan dari asumsi-asumsi yang sudah dianggap benar. Adapun karya Menger yaitu:

1. Principel if economics (Menger,1871).

Karya ini memuat beberapa hal, yaitu Menger membuat 2 sumbangan penting untuk ilmu ekonomi, yang satu menyangkut teori nilai dan yang satunya lagi berhubungan dengan metodologi ekonomi. Menger adalah salah seorang dari ahli ekonomi pertama yang menemukan teori kepuasan marjinal dari nilai dan prinsip kepuasan marjinal yang semakin berkurang, dan ia adalah salah seorang pendukung paling awal terhadap teori nilai subjektif. Menger juga terlibat dalam perdebatan panas tentang sifat ilmu ekonomi dan cara yang tepat untuk melakukan analisa ekonomi.

Pada akhir abadke-19 ekonomi klasik kurang dihargai di daratan Eropa. Yang secara khusus mengecewakan adalah sifat ilmu ekonomi Inggris yang sangat sbstrak dan teoritis. Menger berusah mengembalikan ilmu ekonomi ke dunia nyata. Titik tolak dalam ikhtiar ini adlah pengakuan bahwa barang-barang mempunyai nilai karena barng-barng tersebut memenuhi kebutuhan kita.

Bertentangan dengan ahli ekonomi klasik Inggris, Menger berpendapat bahw anilai lebih ditentukan oleh faktor subyektif (kepuasan atau permintaan)ketimbang faktor obyektif (diaya produksi atau persediaan). Nilai menurut Menger, nerasal dari kepuasan kebutuhan manusia.Manusia perlu menciptakan permintaan akan barang-barang , mereka menjadi kekuatan penggerak dari pertukaran ekonomi dan membantu menentukan harga. Lebih jauh, Menger berpendapat , karena kebutuhan manusia lebih besar daripada barang yang tersedia untuk memuaskan kebutuhan ini, orang-orang akan memilih secara rasional diantara semua barang alternatif yang tersedia untuk mereka.

Menger (1985, hal 127) menggambarkan prinsip-prinsip ini dengan tabel,yang dapat dilihat pada tabel 1. Tiap kolom dalam tabel mewakili tipe barang yang berbeda. Angka romawi mewakili seberapa penting sebuah barang tertentu bagi beberapa individu, atau tingkat kepuasan yang diperoleh dengan mengkonsumsi barang tersebut. Menurut Menger, barang-barang harus memuaskan kebutuhan subyektif dari konsumen, dan konsumen harus mengakui fakta ini jika barang-barang mempunyai nilai.

Tabel 1

I

II

III

IV

V

VI

…X

10

9

8

7

6

5

1

9

8

7

6

5

4

0

8

7

6

5

4

3

0

7

6

5

4

3

2

0

6

5

4

3

2

1

0

5

4

3

2

1

0

0

Menger juga mengakui bahwa ketika semakin banyak jumlah barang yang dibeli seseorang, setiap urutan kuantitas yang dibeli akan mengurangi keouasan konsumen. Yaitu, orang akan kepuasan marjinal yang menurun ketika mereka semakin banyak mengkonsumsi barang . Jdi tabel 1 menunjukan bahwa unit pertama barang pertama yang dikonsumsi akan menghasilkan kepuasan yang terbesar dan konsumsi unit berikutnyasemakin lama semakin menurun kepuasannya.

Sayangnya Menger hanya memberi sedikit contoh dari barang-barang yang masuk dalam setiap kategori ini. Ia hanya menyatakan bahwa barang kategori I adalah untuk mempertahankan hidup; barang kategori II adalah barang untuk menjaga kesehatan; kategori II adalah barang untuk memberikan kesejahteraan individu; dan kategori IV adalah tipe hiburan yang berlainan. Jadi kategori I mungkin mewakili makanan;kategori II perawatan kesehatan dan kategori IV adalah hiduran.

Menger juga tidak menjelaskan mengenai apa yang sebenarnya diukur oleh angka-angka dalam tabel ini. Tapi sepertinya angka-angka itu untuk mengukur keingianan atau kepuasan relatif yang diterima dari konsumsi barang-barang yang berbeda (Menger, 1985,hlm.163-176). Mengerj juga mengungkapkan dengan jelas bagaimana individu membuat keputusan sehubungan dengan apa yang hendak dikonsumsi atau berapa jumlah uang mereka yang hendak dibelanjakan. Karena pendapatan konsumen yang tersedia terbatas, individu pertama-tama akan membeli barang-barang yang memuaskan kebutuhan yang lebih penting. Barang-barang dengan nilai subyektif 10 akan dikonsumsi lebih dulu sebelum barang dengan nilai 9, yang pada gilirannya akan dikonsumsi lebih dulu sebelum barang dengan nilai nilai 8 atau dibawahnya.

Salah satu konsekuensi penting dari teori nilai ini adalah semua aktivitas yang menghasilkan kepuasan subyektif adalah aktivitas yang produkrif. Bertentangan dengan ekonom klasik Inggris, menurut Menger perdagangan adalah produktif karena orang-orang tidak akan berdagang kecuali mereka merasa bahwa barang yang mereka terima akan memberikan lebih banyak kepuasan ketimbang barang yang mereka serahkan. Dan berlawanan dengan Quesnay, pertanian dan manufaktur keduanya dapat menjadi kegiatan produktif karena barang-barang yang diproduksi oleh masing-masing sektor ekonomi ini memberikan kepuasan kepada konsumen.

Implikasi lain dari teori nilai subyektif adalah teori nilai tenaga kerja(lihst juga RICARDO) menjadi keliru. Seperti yang ditulis oleh Menger (1985,hlm.145):

Faktor yang menentukan dalam nilai barang, karena itu, bukan jumlah tenaga kerja atau barang yang diperlukan untuk pembuatannya dan juga bukan jumlah yang diperlukan untuk reproduksinya, tetapi lebih ditentukan oleh besarnya kepentingan dari kepuasan berkenaan dengan yang kita sadari”

Menurut Menger, karena nilai-nilai berasal dari Individu, analisa ekonomi harus dimulai dengan mempelajari individu. Posisi ini kemudian dikenal sebagai Individualisme netodologis.

Menger juga mengakui bahwa faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal) mempunyai nilai karena mereka memuaskan keinginan secara tidak langsung; faktor-faktor ini dibutuhkan untuk memproduksi barang-barang yang diinginkan oleh orang-orang. Untuk mencari nilai aktual dari faktor-faktor ini Menger berpendapat bahwa kita harus menarik satu unit dari faktor (misalnya pekerja) dan mengamati berapa output yang hilang. Nilai dari output ini adalah nilai yang ditambahkan oleh pekerja tersebut. Nilai ini mempresentasikan kepuasan konsumen yang dihasilkan oleh pekerja itu. Nilai yang diciptakan oleh masing-masing faktor produksi karena itu yang digunakan dalam memproduksi barang pasti tergantung pada nilai yang diharapkan yang diciptakan oleh faktor tersebut (Menger,1985,hlm.124)

2. Untersuchungen (1883)

Karya Menger yang kedua adalah Untersuchungen (1883) berusaha menempatkan ekonomi di atas landasan teori dan metodologi yang kuat. Dalam melakukan hal ini Menger mempertahankan metodenya dan mengemukakan argumen yang menentang metode Madzhab Historis. Menger dengan tegas menekankan pada metode analisis individualistik dan fakta bahwa pengetahuan ekonomi diperoleh secara a priori atau srbelum pengalaman ekonomi di dunia nyata. Bagi Menger mempelajari ekonomi melibatkan studi preferensi individu (atau permintaan) dan menjelaskan bagaimana hal ini membawa kepada penomena yang diamati seperti perbedaan harga atau barang.

Carl Menger merupakan ekonom bermazhab Austria, ia merupakan ekonom yang memperkuat teori dari Adam Smith dan system kapitalis. Membuat teori ekonominya didalam sebuah buku bernama Grundatze, namun buku itu dianggap belum selesai. Minat utama Menger adalah dibidang pertumbuhan ekonomi, dalam bukunya dinyatakan bahwa tujuan Menger adalah ingin menggantikan model klasik dengan pendekatan teoritis yang baru.

Untersuchungen memicu serangan permusuhan dari anggota mazhab sejarah, termasuk Schmoller. Serangan ini ditanggapi sama oleh murid dan pengikut Menger. Schmoller menolak setiap artikel tinjauan buku yang ditulis oleh Menger yang dimasukkan dalam jurnalnya dan ia mengumumkan secara terbuka bahwa pengikit Menger tidak layak mengisi semua jabatan pengajar (Hayek, 1934, hlm. 407).

Akhirnya perdebatan itu berakhir, tetapi ini lebih dikarenakan akibat dari kebosanan ketimbang melalui penyelesaian akhir dari masalah tersebut. Metode Menger kemudian diterima sebagai metode untuk memahami meskipun ada banyak kritik yang menonjol terhadap metodologi ekoonomi (lihat juga LEONTIEF). Efek utama dari perdebatan itu mungkin membuat metodologi ekonomi, yaitu studi tentang metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan ekonomi, memiliki reputasi yang buruk. Seperti yang dikatakan Schumpeter (1951) sebagian besar ahli ekonomi merasa bahwa perdebatan ini benar-benar membuang-buang waktu dan dari perdebatan ini mereka menarik pelajaran bahwa semua diskusi metodologi dalam ilmu ekonomi adalah menyia-nyiakan waktu saja. Tetapi hasil ini meungkin merugikan profesi ekonomi karena seperti yang ditunjukksn oleh Hutchinson (1973, hlm36) “pengujian kritis terhadap asumsi-asumsi, konsep-konsep dan teori-teori ekonomi adalah jarang yang membuang-buang waktu.”

Ahli ekonomi besar biasanya meninggalkan warisan ide-ide dan teori-teori yang kemudian diterima oleh sebagian besar ahli ekonomi dan membentuk bagian dari pemikiran kebijaksanaan ekonomi mahasiswa generasi selanjutnya. Segelintir orang mejadi tenar adan berhasil karena mereka berani melangkah keluar dari arus utama dan mampu memberi inspirasi bagi sekelompok murid dan pengikutnya. Menger adalah tokoh yang layak untuk dimasukkan kedalam kedua kategori tersebut. Penekanannya pada individu, dan argument bahwa kita harus menjelaskan dunia ekonomi sebagai respon penilaian subyektif individu, membuant Menger menjadi pendiri mazhab ekonomi Austria (Alter, 1990:Vaughn, 1994). Tetapi Menger juga layak masuk dalam kategori tersebut karena penemuannya tentang prinsip kepuasan sebagai sumber nilai dan penemuannya tentang prinsip kepuasan marjinal yang menurun.

Adapun buku yang diciptakan Carl Menger adalah Grundatze. Namun setelah mengundurkan diri dari universitas pada 1903 Menger menjadi penyendiri, mencurahkan hidupnya untuk merevisi Grundatze. Dia dihormati sebagai anggota seumur hidup parlemen Austria. Tetapi dia tidak begitu aktif disana. Hobinya adalah memancing dan mengoleksi buku. Mahasiswa di universitas Vienna memiliki traded\si mengunjungi rumahnya untuk memberikan penghormatan kepada sesepuh besar mazhab Austria ini.

Dalam banyak hal Menger mengakhiri hidupnya dengan agak tragis. Cinta pertamanya adalah ilmu ekonomi dan tujuan jangka panjangnya dalam karirnya adalah memperbaharui Grundatze secara sistematis. Sayangnya Menger memiliki kebiasaan lain, ia mengikuti perdebatan tanpa akhir dan sia-sia mengenai metodologi dengan rival-rivalnya di Jerman. Minat dan lingkup bacaannya terus meluas. Dia mempelajari filsafat, psikologi, sosiologi, etnografi dan ilmu-ilmu lainnya. Sebagai perfeksionis, dia tidak pernah puas terhadap hasil revisinya, yang sangat banyak dan tersebar dan publikasi “edisi ke2” terus menerus ditunda. (seperti Marx dan Schumpeter).

Meski revisi yang tiada akhir tertunda-tunda, magnum Opus Menger habis terjual dab menjadi jarang dipasaran. Penulis ini tak pernah mengijinkan pencetaan ulang pada masa hidupnya, dan tidak mengijinkan p[enerjemahan karyanya, sebab dia merasa buku pertamanya masih belum lengkap. Grundatze baru diterbitkan di Inggris pada tahun 1950. Hayek menyimpulkan “sulit untuk membayangkan ada kasus yang sama seperti kasus Grundatze yang pengaruhnya abadi dan mendalam tetapi sangat terbatas sirkulasinya karena keadaan aksidental” (91976:12).

Berikut Adalah Karya-Karya Yang Dihasilkan Oleh Carl Menger

· The Collected work of Carl Menger,ed. F>A> Hayek, 4vol., London School of Economics and political Science, 1934-6

· Principles of Economics, terjemahan J. Dingwall dan B.F. Hoselitze (1871), New York and London, New York Univercity Press, 1985

· Problem of Economics and Sociology, terjemahan F.J. Nock (1883), Urbana, Illinois, Univercity of Illinois Press,1963.

Sedangkan karya-karya yang berisi tentang Menger adalah:

· Alter, Max, Carl Menger and the Origins of Ustrian Economics, Boulders, Colorado, Westview Press, 1990

· Bloch Henry Simon. “ Carl Menger. The Founders of Political Economics, 48,3 (1940), hlm 428-33.

· Caldwel,Bruce, J., (ed) Carl Menger and his legacy in Economics, Durham & London, Duke Univercity Press 1990.

· Hayek, F., “ Carl Menger “, Economica, (1 November1934) hlm.394-420

· Hutchison, T,W., “some themesFrom investigations into methods.” Dalam Hick dan Webber (eds) Carl Menger and the Austrian School of economics, Okford, Clarendon Press, 1973, hlm 15-37

· Schumpeter, Joseph “ Carl Menger, (1840-1921).” Dalam Joseph Schumpeter, ten Great Economics from Max to Keynes, New York, Oxford Univercity Press, 1951, hlm 80-90

· Stigler, George. “ the Economics of Carl Menger,” Journal of political Economics, 45 (April 1973), halm. 229-50.

· Vaughn. Karen I., Austrian Economics in America, New York, Cambridge Univercity Press, 1994.

4. TEORI

Air dan udara memiliki nilai penukaran yang rendah, padahal air dan udara memiliki nilai kegunaan yang tinggi. Sebuah lukisan, patung, dan anggur yang tidak memiliki kegunaan yang tinggi berharga sangat mahal. Seorang tokoh klasik, Richardo, sampai pada akhir hayatnya masih belum memahami kenapa anggur yang disimpan dalam gudang selama 3 atau 4 hari, atau mengapa pohon oak yang nilainya tak lebih dari 2 sen sebelum diolah, tetapi kemudian muncul menjadi senilai 100 pound.

Sekitar tahun 1870 timbul hampir bersamaan di Austria, Perancis dan Inggris suatu ”ajaran nilai baru” yang dikemukakan oleh Karl Menger, Leon Walras dan W. Stenley Jevons. Teori baru ini menempatkan konsumen sebagai obyek penilai terakhir di pusat perhatian ekonomi. Nilai sesuatu barang harus dijelaskan bahwa sesuatu barang mempunyai kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan perkataan lain, suatu barang mempunyai nilai karena barang itu memberikan nilai guna bagi subyek penilai.

Nilai guna bagi seseorang dengan seorang yang lain dapat berbeda. Sesorang dapat saja mengatakan bahwa sebuah lukisan tidak berharga karena dia tidak menyukai seni, sebaliknya bagi seorang pecinta seni, lukisan Picasso sanggup dia bayar dengan harga mahal. Kegunaan barang juga dipengaruhi unsur subyektifitas. Penduduk Jakarta rela membayar air bersih lebih mahal daripada harga yang akan dibayar oleh penduduk di daerah Wonosobo.

Nilai penukar menurut Mazhab Austria harus dituangkan dari nilai pemakaian yang subyektif, jadi dari arti barang itu untuk kesejahteraan subyek ekonomi. Selain dari pada nilai pemakaian subyektif dan obyektif ada lagi pengertian nilai penukar obyektif dan subyektif. Nilai penukar obyektif adalah sebagai pengertian untuk menyatakan harga dalam lalu lintas pertukaran, sedang nilai penukar subyektif menyatakan arti barang itu dalam pertukaran bagi kesejahteraan subyek. Jadi ajaran nilai subyektif menurut Mazhab Austria adalah hubungan antara subyek ekonomi dan barang. Bagi seorang direktur sebuah perusahaan bonafide, pena montblanc yang berharga jutaan rela dibayatnya karena menurutnya berguna untuk menaikkan gengsinya, lain halnya bagi seorang mahasiswa arsitektur, pena rotring baginya lebih berguna dan rela dia bayar dengan harga yang pantas menurutnya.

Mazhab Austria telah memecahkan soal antinomi nilai, yaitu paradoks ekonomi yang tak terpecahkan oleh kaum klasik dan yang mengatakan bahwa barang yang mempunyai nilai pemakaian yang terbesar seperti air dan hawa justru mempunyai nilai penukaran yang paling sedikit. Dalam hubungan ini, menurut Mazhab Austria, nilai sesuatu barang harus diterangkan bahwa sampai seberapa jauh barang yang bersangkutan mempunyai kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan.

Untuk memecahkan soal antinomi nilai ini, Menger mengemukakan pembedaan antara kegunaan jumlah seluruhnya suatu barang dan kegunaan satuan tertentu yang ditambahkan atau dikurangkan dari persediaan yang ada. Dalam menilai barang maka harus diperhatikan tidak hanya kegunaanya, tetapi juga harus dipertimbangkan tentang kelangkaanya (scarcity).

Gossen mengemukakan hukum kejenuhan (law of diminishing utility). Selanjutnya Menger berusaha menjawab soal bagaimana konsumen dalam harga tertentu daripada barang-barang akan membagi pendapatannya atas berbagai kategori kebutuhan. Contohnya, seorang konsumen dari penghasilannya akan mempergunakan empat satuan guna untuk kebutuhan makanannya, tiga satuan guna untuk perumahan, dua satuan guna untuk pakaian, dan satu satuan guna untuk sepatu.

Von Bohm Bawerk menunjukkan adanya persaingan pada kedua belah pihak antara penjual dan pembeli yang selanjutnya menyatakan ada 4 faktor yang mempengaruhi tingginya harga:

1. Jumlah barang-barang yang dikehendaki

2. Tinggi angka-angka taksiran di pihak para pembeli.

3. Jumlah barang yang ditawarkan.

4. Tinggi angka-angka taksiran di pihak para penjual

Mazhab Austria menganalisis tentang pembentukan harga diikuti oleh teori pembagian hasil masyarakat yang diketengahkan oleh Menger. Von Bohm Bawerk dan von Wieser yakin bagaimana membagi pendapatan masyarakat kepada faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi. Harga-harga faktor produksi merupakan nilai turunan daripada final product-nya.

Penemuan yang diciptakan oleh Menger, yang diberi nama “law of imputations”. Merupakan hukum yang mematahkan teori David Ricardo dan Karl Max. karena menurut Menger, “factor penentu dalam nilai suatu barang bukanlah kuantitas tenaga kerja atau kuantitas barang-barang lain yang diperlukan untuk produksinya atau kuantitas yang diperlukan untuk reproduksinya. Yang menentukan adalah besarnya arti penting dari kepuasannya dimana kita secara sadar tergantung pada fungsi barang tersebut.

Ringkasnya, Menger telah membalikan arah hubungan sebab-akibat antara nilai dan biaya. Barang konsumen dinilai bukan berdasarkan penggunaan tenaga kerja atau alat-alat produksi lainnya. Sebaliknya, alat-alat produksi adalah berharga karena ada nilai prospektif dari barang konsumen. Jadi, nilai dari semua barang produsen dan capital pada akhirnya ditentukan oleh konsumen.

Pengaruh Mazhab klasik sangat besar dalam ilmu ekonomi selama hamper satu abad.kemudian du ujung abad ke 19, munculah pemikiran ekonomi baru. Namun pemikiran mereka belum sepenuhnya dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi klasik. Namun para pemikir yang disebut kaum Marjinalis menemukan pla pendekatan baru, khususnya pendekatan yang berhubungan dengan teori nilai dan harga dan distribusi pendapatan diantara factor-faktor produksi.pengaruh mereka hingga beberapa dasawarsa sesudahnya, hamper tidak ada pemikiran baru. Baru dalam tahun 1930-an bermunculan sejumlah ekonom yang secara substansial melakukan, perbaikan, perubahan, dan bahkan pembaharuan terhadap pemikiran-pemikira yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya, mereka adalah Piero Sraffa (1898-983), dari universitas Chambridge, Edwards Hastings Chamberlin (1899-1967) dari Universitas Harvard, dan Joan Robinson (1903-1983) dari universitas Chambridge.

Dalam garis besarnya konsep dasar Mazhab Marjinalis, dapat dihimpun dalam 10 prinsip atau tema pokok (Jacob Oser dan Stanley L. Brue, op.cit.,hh.212-14).

1. Analisis terpusat pada konsep marjinal. Mazhab marjinalis memusatkan diri pada titik perubahan, atau dengan perkataan lain, pada marjin. Dalam hal ini kaum marjinalis dengan konsisten mengembangkan azas marjinalisme dalam teori sewa tanah diferensial dari Ricardo sebelumnya keseluruh teori ekonominya. Dari merekalah lantas para ekonom mengenal, misalnya konsep-konsep pendapatan marjinal, produksi marjinal, biaya marjinal, laba marjinal bahkan konsep-konsep efisiensi marjinal investasi (MEI) dari Keyens dan rasio modal-output tambahan (ICOR) dan Harrord ddan Domar yang sangat berguna untuk mengukur efisiensi dalam membuat keputusan. Agaknya para ekonom kontemporer pun akan mengalami kesukaran fundamental jika tidak menggunakan konsep marjinal itu.

2. Penekanan pada mikro ekonomi. Bagi mazhab marjinalis, pribadi dan perussahaan individuallah yang mengambil-alih peranan sentral; bukan institusi , bukan pada keseluruhan. Kaum marjinalis memperhitungkan pembuatan keputusan individual, kondisi pasar untuk satu jenis barang individual, keluaran perusahaan spesifik, dll. Kaum marjinalis dengan jelas sangat terpengaruh oleh filsuf-filsuf penganut atomisme zaman Yunani Kuno,leuccipus dari mellitus (450-420 SM) dan filosof sezaman yang lebih muda, Democritus dari abdera(kl.460-kl.370 SM).

3. Penggunaan metode Abstrak-Deduktif. Kaum marjinalis menolak metode historis yang disarankan oleh Mazhab historis Jerman. Mereka menggantinya dengan pendekatan analitik-abstrak yang dilakukan dengan menarik sebuah kesimpulan melalui penalaran yang dipelopori oleh David Ricardo dan sejumlah kaum klasik lainnya. Untuk memperoleh kesimpulan lain atau kesimpulan khusus, mereka berangkat dari kesimpulan umum. (Komaruddin dan YookeTjuparman S. Komaruddin, kamus istilah karya tulis ilmiah, bumi aksara, Jakarta, 2000,hh.45-46).

4. Pendekatan keseimbangan. Kaum marjinalis yakin benar bahwa kekuatan ekonomi umumnya cenderung menuju keseimbangan-penyeimbangan kekuatan-kekuatan yang berlawanan (a balancing Of OpposingForces), Menger menegaskan bahwa batas-batas yang diantaranya harga berubah-ubah akan semakin sempit jika persaingansemakin banyak. Kaum marjinalis percaya bahwa pada akhirnya harga terjadi pad titik keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Harga pun akan dibatasi oleh pasangan-pasangan marjinal (Grensparen). Bilamana gangguan menyebabkan dislokasi maaka gerakan baru menuju keseimbangan akan terjadi. Akan tetapi Pierro Sraffa, Edwards Hastings Chamberlin, dan Joan Robinson, lebih jauh memeriksa dan menguji ulang seluruh bangunan teori keseimbangan pasar dengan sangat mendalam. Pikiran srafa yang merintis pemeriksaan ulang ini menjadi titik berangkat bagi keseimbangan sebuah teori dan keseimbangan pasar. Hasilnya adalah kenyataan bahwa teori persaingan monopolistic (dari Chamberlin) dan teori persaingan tak sempurna (Joan Robinson) sekarang ini menjadi bagian utama dalam kurikulum ilmu ekonomi, khususnya diperguruan-perguruan tinggi.

5. Pengintegrasian tanah dan modal. Kaum marjinalis cenderung memadukan tanah dan modal dalam analisis dan sekaligus beranggapan bahwa bunga, sewa, dan laba, sebagai hasil untuk sumber daya pemilikan.

6. Pelaku ekonomi rasial. Kaum marjinalis berasumsi bahwa manusia bertindak rasional dan (Pleasure) dan sakit (Pains), dalam mengukur guna marjinal barang-barangmenyeimbangkan yang berbeda, dan dalam menyeimbangkan kebutuhan sekarang dan kelak. Paham ‘guna’ (Komaruddin Sastra dipoera, kegunaan konsep koefisien gini dan konsep kesejangan pendidikan dalam pemerataan kesempata pendidikan,IKIP Bandung,1989, hlm 9)adalah pandangan falsafah yang kerap dikaitkan dengan nama Jeremi Bentham(1748-1832) dalam ajarannya yang mendasarkan diri pada fakta asasi, ‘bahwa kenikmatan itu lebih baik dari rasa sakit’ bahagia merupakan kesenangan dan tiadanya raa sakit. Tindakan manusia dianggap benar manakala tindakan itu dapat mengembangkan kebahagiaan. Dasar nilai yang menjadi tumpuan kajian ekonomi ini ditemukan dalam falsafah moral yang dikenal sebagai “paham guna” paham yang bertolak dari psikologi asosiatif- hedonistic ini berhubungan dengan kehidupan praktis pada saat paham itu menyentuhkonsep “guna” dengan mengatakan bahwa guna ini adalah “kebahagian terbesar bagi jumlah terbesar.” Bagi paham itu maksimalisasi guna ini adalah “kebahagian terbesar bagi jumlah terbasar.” Bagi paham ini maksimalisasi guna merupakan tujuan murni manusia.

7. Keterlibatan pemerintah minimal. Berdasarkan azas laissez faire, liberalisme, atomisme, dan individualisme, kaum marjinalis menambahkan anggapan fundamental kaum klasik mengenai keterlibatan pemerintah dalam ekonomi sebagai kebijakan yang terbaik. Dalam banyak hal tidak ada campur tangan kedala m hukum-hukum ekonomi alamiah yang layak jika pemanfaatan social akan dilaksanakan. Pendapat ini sangat berlawanan dengan aliran historis dan sosialis. Bahkan dengan mazhab Keynesian yang lebih kontemporer.

8. Pendekatan pada persaingan murni. Umumnya analisis kaum marjinalis bekerja berdasarkan asumsi murni (pure compoticion). Ini adalah dunia wirausaha yang kecil, individualistic dan bebas. Disitu banyak pembeli, banyak penjual, produk yang diperjualbelikan homogeny, harga seragam, dan iklanpun tidak diperlukan untuk mempengaruhi pasar. Dalam pasar dengan persaingan murni tidak ada perseorangan maupun perusahaan mempunyai cukup kekuasaan ekonomi untuk mempengaruhi harga pasar dengan jelas. Setiap penawaran dan permintaan tidak akan tidak mempunyai kekuatan untuk memainkan kebijaksaan harga (price policy). Baik analisis mazhab klasik maupun marjinalis awal (termasuk J.R. Hick) senantiasa bertolak dari asumsi bahwa dipasar muncul satuan-satuan usaha kecil yang jumlahnya banyak, dan diantara satuan-satuan kecil itu, tidak ada satu buah pun yang mengambil posisi untuk mempengaruhi keseimbangan pasar ataupun harga barang. Keadaan pasar seperti itu tentu hanya merupakan suatu tipe ideal, karenanya tidak realistic. Dalam kenyataannya sekalipun jumlah perusahaan kecil itu banyak , namun tidak dapat dipastikan bahwa mereka tidak punya posisi pasar yang sama . kenyataannya, seringkali ada diantara mereka yang mempunyai posisi pasar yang lebih kuat, sehingga lebih mirip pasar monopoli (atau monopsoni), oligopoly (atau oligopsoni), duopoly (atau duopsoni). Berdasarkan kenyataan pasar seperti itu (yang didorong oleh pemikiran Sraffa), maka oleh Edwards Chamberlins dan Joan Robinson secara sendiri-sendiri, disusun sebuah teory mengenai pasar ddan keseimbangan yang baru yang berlaku pada masing-masing pasar yang beragam. Dalam revisi atas teori Mazhab Marjinalis awal itu dikemukakan bahwa spontanitas pasar tidak selalu membawa kepada keseimbangan yang stabil. Oleh Chamberlin diingatkan bahwa akan munculnya persaingan monopolistic dimana barang-barang yang sejenis yang dipasarkan ternyata mempunyai perbadaan-perbedaan. (Diferensiasi produk).

9. Teori harga berkiblat pada pemnintaan. Sesuai dengan nilai subyektifnya (yang melihat dari sudut konsumen), untuk kaum marjinalis awal, variabel permintaan menjadi kekuatan primer dalam menentukan harga. Kiblat ini tentu saja berlawnan dengan pandangan mazhab klasik (yang melihat dari sudut pandang produksi, misalnya teori upah Ricardo) dan teori sosialis ilmiah (mengenai teori pemerasan atas penerima upah dan teori kerja kemasyarakatan yang diperoleh rata-rata dari Marx ) yang melihatnya dari sudut penwaran. Ini mungkin terasuk penting, karena pegaruh kiblat permintaan ini terasa benar pada mazhab Keynesian yang lahir kemudian. (kiblat permintaan dari kaum marjinalis ini mengingatkan kita pada teori marketing modern yang menganjurkan pada para pemasar agar tidak berbicara tentang marketing, maka kita harus berangkat dari permintaan atau konsumen karena keberhasilansuatu perusahaan bukan karena ia telah memproduksi barang tetapi karena penjualannya). Akan tetapi perlu dikemukakan pula bahwa tidak semua kaum marjinalis mempunyai pandangan yang sama mengenai teori harga yang penting ini, ekonom Inggris dan guru besar di universitas Chambridge, Alferds Marshall (1842-1924) yang mendirikan mazhab Chambridge, membentuk sintesis antara unsure-unsur mzhab klasik dan unsure-unsur dari penelitian yang kemudian mendorongnya untuk mengadakan perpaduan antara variabel penawaran dan variabel permintaan kedalam apa yang disebut ilmu ekonomi neo-klasik. Walaupun demikian, kecenderungan Marshall kepada permintan menjadi sangat jelas pada teori saldo kasnya yang melihatnya dari sudut pandang pasif, yaitu uang sebagai aktiva (Komaruddin Sastradipoera, uang di Negara sedang berkembang. Bumi Aksara, Jakarata, 1991,hh. 289-92).

10. Penekanan pada guna subyektif. Diawalai oleh seorang teoritikus Jerman yang dilupakan hingga akhirnya meninggal dunia dalam keputusasaan karena kegagalannya dalam memperoleh tanggapan terhadap sistemnya yang sangat berkembang, Herman Heinrich Gossen (1810-1859), yang berhasil menysun pikirannya dalam buku entwicklung der Gesetze Des Menchillhen Verkehrs und der daraus Fliessendenregeln fuer mens Schliches handeln, (1854), kaum marjinalis berpendapat bahwa permintaan tergantung pada guna marjinal yang merupakan gejala subjektif-psikologis. Gossen tidak sekedar meminta perhatian akan hukum guna menurun (law of diminishing utility), tetapi juga berhasil merumuskan hukum penyamarataan guna marjinal macam kebutuhannya dengan cara sedemikian rupa, sehingga bagian-bagian kebutuhan yang konkret terakhir dari kelompok-kelompok kebutuhan memberikan guna marjinal yang sama. Biaya produksi, bagi kaum marjinalis mencakup pengorbanan dan kesusahpayahan dalam bekerja, pengelolaan bisnis, dan tabungan untuk membentuk dana modal.

Setelah menyebarkan law of imputation, Menger kemudian menemukan prinsip marginalitas (marginality) dengan menggunakan contoh tembakau, dia menunjukan bahwa banyak input yang berhubungan dengan tembakau, tidak kehilangan semua nilainya ketika permintaan konsumsi hilang “ tanah dan alat pertanian ya ng dipakai dalam penanaman tembakau akan tetap berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia lainnya” tulis Menger. dengan kata lain , tanah dan capital yang memiliki banyak kegunaan dapat dipakai untuk industri lain. Misalnya, alat, dan mesin yang sebelumnya dipakai untuk menanam tembakau dapat dipakai untuk tanaman kapas. Tanah yang dipakai untuk menghasilkan daun tembakau kini dapat dipakai untuk menanam kedelai atau menghasilkan terigu. Nilainya akan turun, tetapi tidak sampai nol. Jadi, nilainya akan turun sampai ke nilai guna alternative lain yang terbaik. Menger telah menemukan prinsip utilitas marginal, yakni harga atau nilai dari suatu barang adalah didasarkan pada penggunaan marginal atau penggunaan selanjutnya yang terbaik. Dalam analisis ini juga terkadang prinsip “biaya kesempatan” (opportunity cost), yakni ide bahwa setiap aktivitas atau peoduk dalam ekonomi memiliki penggunaan alternative.

5. KELEMAHAN TEORI CARL MENGER

Mulai dari tahun 1875 sampai 1884 Menger terlibat dalam perselisihan metodologis yang sengit dengan gustav Schomoller, seorang pemimpin Mazhab Historis Jerman, perselisihan mungkin merupakan deskripsi yang terlalu eufimistic karena keduanya sesungguhnya saling menghina dan jauh dari perdebatan akademik yang sesungguhnya. Apalagi perdebatan itu sendiri cukup aneh mengingat Menger mempersembahkan The Principles kepada Roscheer seorang pemimpin mazhab histories yang lain.

Menurut mazhab histories, hukum ekonomi harus ditemukan dalam fakta sejarah yang terkumpul selama jangka waktu yang lama. Sebelum fakta tersebut diajukan maka akan terlalu dini untuk mengembangkan teori ekonomi. Cara yang benar untuk memahami adalah melihat pada data sejarah, mencari keteraturan dan kemudian membuat kesimpulan tentang bagaimana ekonomi bekerja. Mazhab historis menolak metode abstrak – deduktif dalam memahami ekonomi dimana prinsip – prinsip ekonomi diambil dari asumsi karakteristik orang dan pasar sebaliknya, mereka menerima relativisme berkenaan dengan hubungan ekonomi dan kebijakan ekonommi bagi mazhab historis dunia bekerjja secara berbeda pada waktu dan tempat berbada pula.

Bertentatangan dengan ini, menurut Menger, teori pembangunan lebih mengutamakan akumulasi data. Menger berpendapat bahwa metode ilmiah yang tepat melibatkan pencarian karakteristik esensial dari fenomena ekonnomi atau hubungan yang diperlukan antara variabel–variabel ekonomi (seperti fakta bahwa harga rendah untuk beberapa barang akan menyebabkan orang lebih banyak membeli barang itu). Ekonomi historis atau ompiris tidak dapat melakukan hal ini karena kadang–kadang harga jatuh dan orang-orang berharap agar harga terus merosot. Akibatnya ekonomi historis tidak bisa memberikan hasil definitif. Menurut Manger hanya introspeksi yang dapat memberikan kebenaran yang absolut dan diperlukan.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_teori_ekonomi

Sastradipoera, Komaruddin. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi. Bandung: Kappa-Sigma

Skousen, Mark. (2006). Sejarah Pemikiran Ekonomi Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern. Jakarta : Prenada.

Steven Pressman lima puluh pemikir dunia. Jakarta: Murai Kencana PT. Raja Grafindo Persada.

1 comment: