1. PROFIL KARL MARK
v Nama : Karl Mark
v Tempat lahir/ tahun lahir : Jerman, 1818
v Kehidupan pribadi Karl Mark
Karl Mark lahir dari keluarga yahudi kelas menengah di Trier, Jerman pada tahun 1818. Ia mendapat pendidikan pertamanya dari orang tuanya di rumah dan dari Baron Von Westphalen, seorang kawan dekat dan tetangga ayahnya. Kemudian Mark melanjutkan ke sekolah menengah di Trier. Setelah lulus, ia memutuskan melanjutkan ke universitas Bonn untuk belajar hukum, namun tak lama setelah mulai kuliah ia menjadi bosan dengan masalah-masalah hukum dan mulai tertarik dengan filasafat. Untuk menuruti keinginannya ini Mark pindah ke universitas Berlin, yang saat itu adalah pusat filsafat Hegelian.
Menurut hegel, kehidupan manusia terus-menerus berada dalam perubahan, setiap ide dan setiap kekuatan muncul dari kekuatan yang saling bertentangan, dan ketegangan yang muncul dari kekuatan yang saling bertentangan ini pasti akan mengakibatkan perubahan. Mark mengambil gagasan perubahan Hegelian, dan ide-idenya bahwa semua sistem ekonomi akan menimbulkan kekuatan yang saling bertentangan dan kemudian mengalami transformasi radikal berasal dari filsafat Hegel tersebut.
Pada tahun 1841, ia menerima gelar Ph. D dalam bidang filsafat dan pada tahun 1843 ia menikah dengan putri Baron Von Westphalen. Karena tidak mampu mendapatkan pekerjaan mengajar di akademi, dan tidak banyak memiliki keahlian yang dapat dipasarkan, ia kemudian bekerja sebagai editor dari koran kiri-liberal, Rheinische Zeitung. Dalam waktu setahun koran tersebut dilarang oleh sensor badan Prussia. Karena melihat tidak ada masa depan di Jerman, Mark pindah ke Paris. Dimana ia mulai bergabung dengan orang-orang sosialis dan komunis. Di Paris, Mark bertemu dengan Frederick Engels. Engels adalah anak dari pengusaha pabrik yang kaya dan ahli ekonomi yang terkenal. Karya klasiknya, The Condition Of The Working Class In England (Engels, 1844) yang menggambarkan keadaan yang menyedihkan dari keluarga kelas pekerja di kota-kota industri di Inggris utara. Engels dan Mark segera menjadi teman dekat dan kolaborator. Alasannya adalah karena Engels memberikan dukungan keuangan kepada Mark sepanjang usianya.
Karena radikalismenya, Mark diusir dari Paris setelah tinggal disana beberapa waktu. Ia berusaha hidup di Brussel, tetapi ia juga diusir dari sana. Terakhir ia pindah ke London, dimana ia diterima oleh otoritas politik, meskipun tidak selalu dengan tangan terbuka. Mark tinggal di London selama 33 tahun dari seluruh masa hidupnya dan menghabiskan waktunya di Museum Inggris, membaca dan menulis tentang ekonomi.
2. KARYA-KARYA ILMIAH KARL MARK
The Communist Manifesto, New York, International publishers, 1948 (dengan Federick Engels)
Pada tahun 1848 Marx dan Engels menulis buku “communist Manifesto” yang memposisikan material, perjuangan kelas, komunisme, dan revolusi melalui cara kesadaran kolektif. Lebih tegas Marx menulis : Sampai sekarang ini, sejarah semua masyarakat yang ada adalah sejarah perjuangan kelas. Orang merdeka dengan budak, bangsawan dengan rakyat jelata, tuan tanah dengan pengelola tanah, ketua serikat pekerja dengan teman sekerja, singkatnya, antara penindas dengan yang ditindas selalu dalam pertentangan satu sama lain, melakukan pertarungan yang, tiada putusnya, terkadang terbuka, terkadang tersembunyi, suatu pertarungan yang setiap waktu bisa berakhir, baik dalam suatu rekonstitusi masyarakat revolusioner secara bebas, maupun dalam runtuhnya secara umum kelas-kelas yang bersaing.
Marx membagi tahapan perkembangan masyarakat sebagai berikut : Pertama masyarakat tradisional (komunisme primitif) bentuk masyarakat yang paling awal dan sederhana, dimana untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan hidup harus dihasilkan dengan cara berburu dan mengumpulkan makan biji-bijian, dengan memancing, semua orang terlibat dalam aktivitas melalui cara-cara yang berbeda, lambat laun masuk pada suatu pembagian kerja. Manusia belum menetap, hak milik pribadi belum dikenal dan semua usaha untuk memenuhi kebutuhan bersama anggota kelompok atau suku.
Kedua, masyarakat feodal, setelah ada gagasan tentang kepemilikan pribadi diperkenalkan, mereka mulai saling berinteraksi, hanya dengan menukar apa yang mereka buat, yakni menjual produksi kerja mereka. Tak lama kemudian dengan keterampilan, bakat, kajahatan maupun nasib baik, ada yang mendapatkan harta pribadi yang lebih banyak dan lebih baik, sementara yang lain betul-betul tak dapat apa-apa. Selain itu ketika cara produksi berubah dari berburu dan mengumpulkan bahan makanan ke menanam biji-bijian, mereka yang kebetulan memiliki tanah mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka tidak hanya memiliki produksi tetapi juga alat produksi karena yang lain tidak memilikinya, maka pemilik tanah adalah majikan, orang lain menjadi tanggungannya, pembantu, bahkan budak mereka. Pada jaman masyarakat ini terjadi eksploitasi oleh tuan tanah atau pemilik modal.
Ketiga; masyarakat kapitalisme, adalah orang yang memiliki tanah serta harta benda dalam tahap perkembangan kapitalisme modern memperkenalkan suatu cara produksi baru. Dengan memperkenalkan aktivitas komersial dan motif keuntungan dalam skala besar, penghasilan yang besar itu bagi sedikit orang (kaum borjuis) pemilik dan manajer perusahaan. Sementara para pekerja (proletariat) tidak memiliki apa-apa, mereka harus menjual tenaga kerja keseharian mereka kepada para pemilik manajer untuk mendapatkan upah guna sekedar dapat hidup. Keadaan ini diperburuk setelah kaum borjuis menggunakan pabrik (mesin-mesin) untuk memproduksi barang-barang dalam jumlah yang besar yang menggantikan tenaga manusia, yang membawa keuntungan bagi kaum pemiliknya. Untuk memperoleh itu semua kaum proletar harus menemukan jalan revolusi untuk menumbangkan seluruh tatanan social ekonomi yang menindas mereka. Sama halnya dengan masyarakat feodalisme, dimana terjadi eksploitasi oleh pemilik tanah atau pemilik modal terhadap kaum buruh atau proletar. Kapitalisme bukanya membawa masyarakat sejahtera, melainkan terjerumus kedalam feodalisme. Dengan demikian terciptalah krisis dasar manusia pemisahan kelas oleh kekuasaan dan kekayaan dan dengan itu muncul konflik social.
Keempat; masyarakat sosialis, untuk menghapus eksploitasi oleh kaum borjuis, maka diperlukan revolusi social melalui pengorganisasian dan penyadaran buruh untuk bersatu menggulingkan kapitalisme. Penggulingan itu dilakukan melalui pembentukan dictator ploretariat dalam rangka menuju masyarakat sosialis, yaitu suatu masyarakat dimana distribusi sumber-sumber ekonomi diatur sepenuhnya oleh negara.
Kelima, masyarakat komunis modern, system sosialis ini hanya merupakan transisi, karena masih menyembunyikan konflik kepentingan antara penguasa dan rakyat. Negara harus dihapus dengan system komunisnya karena dalam system itu tidak ada lagi kelas (classless society) dan cara produksi berada dibawah semboyan sama rasa dan sama rata, begitupun juga para perempuan sebagai “milik bersama dan hak milik bersama”. Pada saat kaum proletar terbebas dari eksploitasi akan muncul masyarakat komunis modern yang lebih bersifat humanis
Capital, 3 vol,. Moscow, Foreign Languages Publishing House, 1957-1962.
Theories of Surplus Value, 3 vol,. Moscow, Foreign Languages Press, 1963.
Value, Price and profit, New York, International Publishers, 1976.
Wage-Labor and Capital, New York, International Publishers, 1976.
3. POKOK-POKOK PEMIKIRAN KARL MARX
Karl Marx menawarkan beberapa gagasan penting dan baru dalam ranah filsafat yang dalam tulisan ini hanya dibatasi pada beberapa gagasannya yaitu konsepsi tentang manusia, nilai guna dan nilai tukar, alienasi manusia, dan perjuangan kelas dan revolusi.
1. Konsepsi Tentang Manusia
Keprihatinan Karl Marx ialah manusia. Dalam beberapa naskah yang ditulisnya sekitar tahun 1932 ada indikasi bahwa Karl Marx muncul sebagai seorang pemikir humanis sejati. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya Karl Marx lebih condong pada hukum-hukum ekonomi dan sejarah, sejak tahun-tahun ini ia berkutat dengan konsepsi tentang manusia. Pada dasarnya manusia itu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Pandangan Karl Mark yang secara teori bagus ini pada kenyataan hidupnya berbeda. Keluarganya miskin dan sepertinya ia tidak mampu mengaplikasikan teorinya sendiri.
Manusia harus bekerja karena manusia harus memenuhi kebutuhannya. Manusia harus merubah alam dan dengannya manusia baru bisa hidup. Menurut Karl Marx, manusia itu makhluk ganda yang aneh. Di satu pihak ia makhluk alam seperti binatang dan dipihak lain ia harus berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing baginya. Manusia tidak tergantung dari lingkungan alam, tetapi bisa mengolah seluruh alam demi tujuannya yang macam-macam. Pekerjaan itu tanda khas yang melekat pada manusia. Pekerjaan itu tanda bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dan universal.
Sebagai makhluk yang bebas manusia tidak hanya melakukan apa yang langsung menjadi kecondongannya. Manusia menghadapi kebutuhan-kebutuhannya dengan bebas. Manusia itu universal karena ia tidak terikat pada lingkungan yang terbatas. Seluruh alam dapat menjadi bahan pekerjaannya. Ia berhadapan dengan alam secara universal. Bagi Karl Marx, hanya manusia yang dapat berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Pekerjaan adalah tanda martabat manusia.
Pekerjaan itu bagi manusia lebih dari sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan. Di dalam pekerjaan manusia mengambil dari bentuknya yang alamiah dan memberikan bentuknya sendiri kepadanya. Manusia mengobyektivasikan diri ke dalam alam melalui pekerjaannya. Produk pekerjaannya mencerminkan hakekatnya sendiri. Dalam berbagai pekerjaan manusia melahirkan bakat-bakatnya pada alam dan dengan demikian manusia merealisasikan dirinya sendiri.
Pada aspek lain, Karl Marx memandang bahwa pekerjaan merupakan tanda bahwa manusia itu mahkluk sosial. Pengakuan atas hasil kerja dari orang lain membuat seseorang menjadi bahagia dan merasa diakui. Pekerjaan adalah jembatan antara manusia yang selalu berinteraksi.
Karena pada dasarnya manusia itu mahkluk sosial, Karl Marx menolak baik individualisme maupun kolektivisme. Individualisme keliru karena manusia melalui bahasa dan pekerjaannya sudah sejak semula dibentuk dan dicetak masyarakat dan tidak dapat hidup tanpa adanya masyarakat. Kolektivisme juga keliru karena kolektivisme pada dasarnya memiliki implikasi menolak manusia dalam seluruh kekayaan hakekatnya yang konkret. Menurut Marx, sejarah umat manusia ditentukan oleh materi/benda dalam bentuk alat produksi. Alat produksi ini untuk menguasai masyarakat. Alat produksi adalah setiap alat yang menghasilkan komoditas. Komoditas diperlukan oleh masyarakat secara sukarela. Bagi Marx fakta terpenting adalah materi Ekonomi. Makanya teori Marx ini juga dikenal dengan determinisme ekonomi.
Berdasarkan alat produksi Marx membagi perkembangan masyarakat menjadi 5 :
Tahap I. Masyarakat Agraris/primitif. Dalam masyarakat Agraris alat produksi berupa tanah. Dalam masyarakat seperti ini penindasan akan terjadi antara pemilik alat produksi yaitu pemilik tanah dengan penggarap tanah.
Tahap II. Masyarakat budak. Dalam masyarakat seperti budak sebagai alat produksi tetapi dia tidak memiliki alat produksi. Penindasan terjadi antara majikan dan budak.
Tahap III. Dalam masyarakat feodal ditentukan oleh kepemilikan tanah.
Tahap IV. Masyarakat borjuis. Alat Produksi sebagai industri. Konflik terjadi antara kelas borjuis dengan buruh. Perjuangan kelas adalah perjuangan antara borjuis dan proletar.
Tahap V. Masyarakat komunis. Dalam masyarakat ini kelas proletar akan menang.
2. Konsep Alienasi
Hengel membicarakan tentang realitas mutlak sebagai “roh yang absolut” atau “ide yang absolut” apa yang disebut oleh orang beragama dengan “Tuhan”. Yang absolut ini adalah suatu wujud yang terus menerus berjuang untuk lebih mengetahui akan dirinya. Setiap peristiwa yang terjadi dalam dunia material disebut “tesis” roh mengadakan peristiwa, sebaliknya “antitesis” yang mencoba untuk mengoreksinya, maka ketegangan diantara keduanya dipecahkan oleh peristiwa ketiga “sintesis” yang mencampurkan elemen keduanya. Semua yang terjadi di dunia muncul dalam bentuk rangkaian pergantian yang besar yang disebut “dialektika” memberi dan mengambil roh dalam alam dan sejarah. Misalnya, kebudayaan lama di sebut suatu tesis, setelah beberapa waktu menimbulkan suatu kebudayaan baru yang berlawanan sebagai antitesisnya. Lambat laun keduanya lalu bergabung, membuat suatu peradaban baru dan lebih kaya dan tinggi yang disebut dengan sintesis.
Marx menolak idealisme Hengel, tetapi tidak menolak konsep tentang alienasi maupun ide bahwa sejarah berjalan terus, melalui suatu proses konflik. Alienasi, adalah mengeluarkan dari dirinya apa yang ada di dalam dirinya dan merupakan esensinya; dan lalu menganggap yang dikeluarkan itu sebagai sesuatu yang berlainan dengan hakekat tersebut, sebagai suatu realitas yang sekaligus bersifat asing dan melawannya.
Alienasi manusia memiliki empat bentuk utama: manusia diasingkan dari produk hasil pekerjaannya, kegiatan produksi, sifat sosialnya sendiri, dan rekan-rekannya, Pertama, para buruh dalam kapitalisme industri diasingkan dari produksinya yang ada di luar dirinya, secara mandiri, sebagai sesuatu yang asing bagi dirinya…kehidupan yang diberikan pada obyek yang menentang dirinya sebagai sesuatu yang antagonis. Produksi bukanlah miliknya namun dimanfaatkan oleh orang asing sebagai milik pribadinya. Dan semakin banyak yang dihasilkan oleh buruh maka semakin berkurang nilai produktivitasnya. Buruh menjadi suatu komoditas yang makin lebih murah sehingga semakin murah pula komoditas yang dia ciptakan. Upah para buruh hanya cukup untuk menopang dirinya dengan apa yang dibutuhkan untuk tetap bekerja.
Kedua, sistem kapitalis mengasingkan manusia dari aktivitasnya. Aktivitasnya tidak ditentukan oleh kepentingan pribadi atau aktivitasnya, namun merupakan sesuatu yang dikumpulkan untuk tetap hidup. “Pekerjaannya…merupakan buruh paksa”. Hasilnya, menurut Marx, “Buruh hanya merasakan dirinya di luar pekerjaannya, dan dalam pekerjaannya dia merasa di luar dirinya.” Semakin banyak dia bekerja semakin berkuranglah dia. Dia akhirnya hanya merasa tinggal di rumah untuk makan, minum dan berhubungan seksualitas. Persis tabiat binatang.
Ketiga, masyarakat mengasingkan buruh dari kualitas penting manusia. Tidak Menurut Marx, yang memproduksi hanya untuk keperluan sementara, manusia menghasilkan pengetahuan dan budaya (seperti seni, ilmu, teknologi) untuk semua ras manusia. Manusia menjadi makhluk universal untuk tujuan universal. Namun sistem kapitalis mereduksi kepentingannya manusia itu ke dalam tingkat hewan buruh, sebagai suatu alat yang semata-mata untuk memuaskan kebutuhan fisik pribadinya.
Keempat, alienasi adalah “pemisahan manusia dari manusia”. Temannya merupakan seorang asing yang bersaing dengannya sebagai seorang buruh dan sebagai hasil pekerjaan mereka. Lebih-lebih, keduanya dipisahkan dari “sifat esensial manusia”.
Dalam analisis Marx, proses produksi material manusia berisi tiga komponen atau faktor. Pertama kondisi produksi, bahwa kondisi produksi mempengaruhi produksi manusia; iklim yang ada, lokasi fisik geografis masyarakat, pasokan barang mentah, dan populasi total. Kedua adalah kekuatan produksi, yaitu pembagian tipe-tipe kemampuan, peralatan dan teknologi sebagaimana jenis dan ukuran pasokan buruh yang tersedia di masyarakat. Ketiga hubungan produksi yaitu hubungan hak milik dalam masyarakat, hubungan sosial sesuai apa yang telah diatur masyarakat tentang kondisi dan kekuatan produksi dan menyalurkan hasil produksi kepada anggota masyarakat.
Karl Marx mengajukan dua syarat agar masyarakat berkelas dapat dihapus yaitu: Pertama, cara produksi harus telah berkembang sedemikian rupa sehingga pembagian pekerjaan tidak perlu lagi. Kedua, harus telah berkembang suatu kelas yang berkepentingan untuk tidak hanya menggulingkan kelas yang berkuasa melainkan untuk menghancurkan sistem masyarakat berkelas itu sendiri dan mendirikan suatu masyarakat yang tidak ada kelasnya lagi.
3. Konsep Eksploitasi, Nilai Tukar dan Nilai Guna
Teori ekploitasi, kelas buruh dipaksa diperdagangkan di pasar tenaga kerja untuk nilai upah yang berlaku; kaum kapitalis mengeksploitasi buruh dengan menjual produk yang dihasilkan buruh dan bayaran yang diterimanya melebihi upah yang dibayarkannya pada buruh. Kapitalisme merupakan sebuah sistem eksploitasi. Kaum kapitalis mengambil keuntungan secara besar-besaran dengan mengupah buruh secara rata-rata. Namun teori eksploitasi Marx dikritik secara serius. Marx dianggap melupakan teori tentang eksploitasi dari persoalan biaya yang dikeluarkan kaum kapitalis untuk menghasilkan komoditas, hubungan antara biaya-biaya tersebut dan biaya buruh, serta upah yang harus dibayarkan pada buruh untuk terus hidup.
Kenyataanya jam kerja lebih itu tidak diperhitungkan kepada pekerja, malah untuk keuntungan pemilik modal. Dengan uang surplus tersebut ia mengembangkan usahanya dengan membuka pabrik-pabrik baru dengan menggunakan mesin-mesin yang lebih canggih. Sehingga tenaga kerja semakin tidak digunakan dan kehidupannya semakin suram.
Dorongan produksi yang besar dari pekerja, akibatnya menimbulkan dilema baru. Produksi kapital yang berlebihan. Para pekerja dan mesin menghasilkan produksi lebih banyak dari yang dapat dijual. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan ini para pemilik menempuh jalan mengurangi produksi dengan demikian mengakibatkan periode krisis ekonomi yang ditandai dengan pemberhentian sementara, menurunnya bisnis dan jumlah pengangguran yang banyak.
Dalam kalangan kehidupan ekonomi menjadi landasan konflik sosial dan akhirnya membawa kapitalisme pada kehancuran sendiri. Ditengah degradasi dan penderitaan ekonomi para pekerja terdorong untuk merencanakan, mengorganisasikan, dan akhirnya menentang seluruh kapitalisme dengan berevolusi.
Konsep nilai lebih, menjelaskan keuntungan kaum kapitalis dan eksploitasi buruh. Marx mendefinisikan nilai lebih sebagai perbedaan antara nilai upah yang diterima buruh dan nilai dari apa yang mereka hasilkan. Artinya, perbedaan antara upah yang harus dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produksi hasil kerja kaum buruh yang bisa dijual kaum kapitalis untuk keuntungan kaum kapitalis.
Karl Marx berpandangan bahwa nilai tukar sebuah barang sangat ditentukan oleh jumlah atau waktu yang diperlukan di dalam mengerjakan barang tersebut. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar yaitu nilai sebuah barang kalau diperjual-belikan di pasar dan yang biasanya dinilai dalam ukuran jumlah uang. Sementara itu, nilai guna diukur dari gunanya suatu barang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Nilai guna tergantung dari macam barang dan kebutuhan di dalam masyarakat. Nilai guna tidak ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk membuatnya. Nilai tukar sebuah barang sangat ditentukan oleh intensitas pekerjaan di dalam mengerjakan sebuah barang. Meski demikian, nilai sebuah barang tidak ditentukan oleh kerja individu, melainkan oleh apa yang dinamakan oleh Karl Marx dengan “waktu kerja sosial yang diperlukan“. Artinya, waktu yang rata-rata diperlukan dan dengan kepandaian tertentu untuk membuat barang tersebut di dalam masyarakat.
Berkaitan dengan nilai tenaga kerja, Karl Marx melihat bahwa tenaga kerja dalam sistem kapitalis dipandang sebagai barang dagangan. Karena si pemilik pabrik membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan mesin-mesinnya, ia membeli tenaga kerja itu di pasaran dan membayarnya menurut nilainya. Sayang, banyak pemilik pabrik yang membeli tenaga kerja dengan seenaknya. Menurut Karl Marx, nilai tenaga kerja perlu ditentukan oleh nilai semua barang yang dibutuhkan tenaga kerja supaya ia dapat hidup. Nilai tenaga kerja adalah nilai makanan, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan lainnya dari si tenaga kerja dan keluarganya. Semua ini juga ditentukan oleh tingkat sosial dan kultural dalam masyarakat tertentu.
4. Perjuangan Kelas dan Revolusi
Karl Marx melihat bahwa ketegangan antara tenaga-tenaga produksi dan hubungan-hubungan produktif terungkap dalam ketegangan antar kelas dalam masyarakat. Satu kenyataan sosial yang tak terbantahkan yaitu bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang saling berhadapan secara tak terdamaikan yaitu antara kelas atas dan kelas yang tertindas.
Pertentangan kelas atas dan kelas yang tertindas tak dapat didamaikan karena bersifat obyektif. Pertentangan ini ada karena secara nyata dan tak terhindarkan masing-masing kelas ambil bagian dalam proses produksi. Di dalam proses produksi masing-masing kelas menempati kedudukannya masing-masing. Kelas atas berkepentingan secara langsung untuk menghisap dan mengeksploitasi kelas yang tertindas karena ia telah membelinya. Kelas atas menindas dan menghisap kelas bawah karena kedudukan dan eksistensi mereka tergantung dari cara kerja yang demikian. Sementara itu kelas yang tertindas berkepentingan untuk membebaskan diri dari penindasan dan bahkan berkepentingan menghancurkan kelas atas.
Perbaikan kelas-kelas tertindas tidak dapat dicapai melalui kompromi. Perbaikan tidak dapat diharapkan pula dari perubahan sikap kelas-kelas atas. Bagi Karl Marx, hanya ada satu jalan saja yang paling terbuka yaitu perjuangan kelas. “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas,” demikian Karl Marx menegaskan dalam bukunya “Manifesto Komunis”. Sejarah umat manusia ditentukan oleh perjuangan antara kelas-kelas. Karl Marx menolak pendapat bahwa individu dengan kehendak individualnya dapat menentukan arah sejarah. Individu hanya melakukan apa yang merupakan kepentingan kelas mereka masing-masing. Perjuangan akan sungguh-sungguh apabila bersifat subyektif, yaitu apabila kelas-kelas yang tertindas menyadari keadaan mereka, menentangnya dan berusaha untuk mematahkan dominasi kelas-kelas yang berkuasa.
Pertentangan antar kelas terjadi karena adanya pertentangan kepentingan-kepentingan kelas-kelas yang ada. Satu jalan perjuangan kelas yaitu menghancurkan sistem yang menghasilkan kepentingan-kepentingan kelas atas. Tetapi, perubahan sistem itu dengan sendirinya pasti akan ditentang oleh kelas-kelas atas. Biasanya kelas atas mempertahankan sistem dengan cara memperalat kekuasaan negara. Kelas atas membenarkan kekuasaan negara secara moral dengan menyebarkan ideologi yang menunjukkan kesan bahwa negara dan tata-susunan masyarakat itu suci, tak terjamah dan perlu didukung demi kepentingan masyarakat.
Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan jalan kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya menentang semua bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Reformasi pada kelas atas dan usaha pendamaian antar kelas hanya akan menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas yaitu penghancuran penindasan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak mengherankan, dalam masyarakat kapitalis Karl Marx menekankan pentingnya revolusi proletariat. Revolusi proletariat yaitu usaha mencopot hak milik kaum kapitalis atas alat-alat produksi dan menyerahkannya kepada seluruh rakyat.
5. Teori Konsentarasi
Teori Konsentarasi menyatakan bahwa dalam perkembangannya, perusahaan-perusahaan individual akan kian besar dan jumlahnya kian sedikit. Bersaingan dengan perusahaan-perusahaan besar itu menyebabkan perusahaan-perusahaan kecil akan lenyap. Produksi akhirnya akan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar tesebut. Dalam fase ini terjadi degradasi yang ditandai oleh jatuh miskinnya para pengusaha kecil dan golongan menengah. Mereka selanjutnya akan menjadi pasukan buruh yang miskin.
6. Teori Akumulasi
Tersisihnya perusahaan-perusahaan kecil dan golongan menengah menyebabkan kian bertumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Sebaliknya, kaum proletar yang berasal dari para produsen kecil kian bertambah.
7. Teori Pemiskinan
Teori ini menjelaskan bahwa kemakmuran kaum proletar akan sangat terpuruk. Teori pemiskinan mengadakan perbedaan antara kemiskinan mutlak, kemiskinan relatif, dan kemiskinan fiktif-relatif. (1) menurut teori kemiskinan mutlak, kaum buruh selama perkembangan kapitalisme akan semakin terpuruk dalam arti mutlak. Artinya, untuk pekerjaan yang sama kaum buruh itu senantiasa memperoleh jumlah barang yang semakin sedikit. (2) menurut teori kemiskinan relatif, sekalipun jumlah upah mutlak akhirnya akan bertambah juga, namun persentase jumlah upah terhadap pendapatan nasional total, akan berkurang. Artinya, kendatipun kaum buruh itu akhirnya akan memperoleh kemakmuran lebih tinggi, namun persentase kenaikannya lebih daripada kenaikan persentase kemakmuran yang diperoleh kaum kapitalis. (3) menurut teori kemiskinan fiktif-relatif, jatah upah tidak akan berkurang, terutama jika semua tenaga produktif dapat digunakan. Namun, jika tidak terjadi seperti itu, maka jatah upah akan menurun. Marxis beranggapan bahwa tidaka akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa tidak akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa akan senantiasa muncul apa yang disebutnya pasukan cadangan industri.
8. Teori Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme sebagai suatu sistem dapat dikaji dari dua sisi: Proses dan Output. Dari sisi proses, kapitalisme hanya mengenal satu hukum yaitu hukum tawar menawar ekonomi yang bebas dari intervensi penguasa dan pembatasan tenaga kerja. Dari sisi output nilai yang dihasilkan oleh kapitalisme adalah nilai tukar bukan nilai pakai. Artinya orang memproduksi sesuatu untuk dijual.Tujuannya bukan barang melainkan uang (Magniz). Kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi komoditi tidak hanya terbatas dalam memproduksi untuk kebutuhannya sendiri, melainkan juga untuk kebutuhan pasar pertukaran (Excange Market ). Setiap komoditi mempunyai dua nilai: Yaitu nilai pakai (use value) dan Nilai tukar (Excange value). Nilai pakai direalisasikan dalam proses konsumsi, sedang nilai tukar direalisasikan jika produk itu akan ditukarkan dengan barang lain. Nilai tukar mempunyai “Nilai Ekonomi yang Pasti” yang mempunyai kaitan dalam komoditi. Dengan mengambil teori Ricardo dan Smith, Marx berpendapat, bahwa setiap objek akan mempunyai nilai jika melibatkan tenaga kerja manusia untuk memproduksinya. Nilai tukar harus didasarkan kepada ciri khas pekerjaan yang dapat diukur kuantitasnya. Cara mengukur kuantitas adalah dengan memperhatikan “Pekerjaan umum yang abstrak”.yang diukur dari jumlah waktu yang terpakai. “Pekerjaan umum yang abstrak” inilah yang menjadi dasar dari “nilai tukar”. Dalam menghitung waktu yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, Marx mengajukan teori tentang “ waktu kerja sosial yang dibutuhkan” (Socially necessary labor time). Pengertiannya adalah Jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi komoditi dibawah kondisi produksi yang normal dengan intensitas ketrampilan yang rata–rata. Teroi ini dapat dilakukan dengan penelitian empiris .
9. Teori Surplus (Nilai Lebih)
Marx tidak menaruh perhatian terhadap hukum permintaan pasar yang dikatakan dalam posisi seimbang. Permintaan tidak menentukan nilai, meskipun menentukan harga. Permintaan sangat menonjol dalam alokasi tenaga kerja. Permintaan bukan variabel bebas, melainkan ditentukan oleh kelas yang berbeda dan diciptakan dari penghasilan yang dari kelas. Para kapitalis membeli tenaga kerja dan menjual atas nilai yang sebenarnya, atau para kapitalis membisniskan tenaga kerja atau daya kerja di pasaran. Nilai daya kerja ini ditentukan oleh waktu yang secara sosial dipakai untuk produksi. Daya kerja menyangkut energi fisik yang dibutuhkan. Untuk memperbaiki daya buruh harus dipenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kebutuhan keluarga. Kondisi kerja yang modern dengan adanya mekanisasi memungkinkan seorang buruh untuk memproduksi barang yang lebih banyak dari yang ia gunakan untuk menutupi biaya hidupnya. Kemampuan untuk memproduksi dengan jumlah yang lebih banyak ini disebut “nilai surplus”. Nilai surplus ini sebagai sumber keuntungan atau keuntungan sebagai permukaan yang tampak dari nilai surplus. Dan nilai surplus ini sebagai sumber pemerasan.
Dalam kaitannya dengan biaya, Kapitalis mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja yang disebutnya sebagai “modal Variabel” dan biaya yang dikeluarkan untuk faktor–faktor produksi yang lain seperti gedung, bahan baku, mesin yang disebutnya sebagai “modal konstan”. Hanya modal variabel yang menciptakan nilai modal konstan yang dalam proses produksi tidak mengalami perubahan. Pola ini ditulis dalam rumus P = S/c + V artinya semakin rendah rasio modal konstan terhadap modal variabel, semakin tinggi keuntungan. Teori ini berlaku secara variatif terhadap sektor produksi yang berlainan. Komoditi tidak bisa dijual berdasarkan nilainya melainkan berdasarkan “harga produksi”. Para kapitalis mengambil keuntungan yang dihasilkan dari nilai surplus jauh lebih besar dari nilai surplus yang terbentuk. Sebelum era kapitalisme barang-barang dijual berdasarkan nilainya seperti dalam sistem perdagangan barter, setelah kapitalisme barang ditransaksikan berdasarkan nilai tukar.
Catatan: untuk meramalkan harga dengan menggunakan teori marx ini sangat sulit, karena teorinya berbelit–belit dan kusut.
4. KELEMAHAN-KELEMAHAN TEORI KARL MARX
Kelemahan terhadap konsep/ teori karl mark :
1. Kelemahan Karl Marx bukannya karena ia memandang pekerjaan sebagai tindakan dasar manusia, melainkan karena ia menganggap sebagai satu-satunya. Karl Marx tidak melihat bahwa interaksi yaitu komunikasi antar manusia adalah tindakan yang penting juga (Jürgen Habermas). Habermas yakin bahwa keterasingan tidak akan hilang hanya karena perubahan sistem. Faktor komunikasi memainkan peranan penting untuk mengurangi keterasingan dengan jalan reformasi di dalam sistem.
2. Karl Marx berpandangan bahwa suatu pengurangan penindasan didalam sistem yang ada (reformasi) tidaklah mungkin. Baginya, penindasan hanya dapat dipatahkan dengan sebuah revolusi.
3. Kelemahan Karl Marx disini yaitu bahwa buruh-buruh di beberapa negara kapitalis dapat memperjuangkan kemajuan mereka tanpa melalui suatu revolusi. Karl Marx tidak bisa melihat kemungkinan ini karena ia berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan kelas atas dan kelas yang tertindas tidak akan pernah dapat diperdamaikan.
4. Kekeliruan mendasar Karl Marx yaitu bahwa borjuis sebagai kelas atas tidak mau mencari damai. Pada kenyataannya kelas atas menyadari kerugian kalau ada revolusi. Oleh sebab itu mereka bersedia untuk mengurangi penghisapan, memperbaiki syarat-syarat kerja, membagi kekuasaan politik dengan kaum buruh dan bahkan memberi hak kepada kaum buruh untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan.
5. Teori surplus (nilai lebih)
Untuk meramalkan harga dengan menggunakan teori marx ini sangat sulit, karena teorinya berbelit–belit dan kusut.
6. Marx hanya menggambarkan secara sepintas dan sepotong –potong akan kondisi masyarakat yang akan menggantikan masyarakat kapitalisme, yang unsur -unsurnya juga diambil dari masyarakat kuno.
Kritik
1. Pandangan Marx tentang pembagian pekerjaan tidak realistis jika dihadapkan dengan kondisi masyarakat Industri sekarang. Marx berdalih bahwa Mekanisasi yang terjadi dalam sektor industri akan menggeser peran buruh dari pelaksana menjadi pengawas atau Kontrol.
2. Dalam dunia modern dimana berkembang spesialisasi sulit dibayangkan suatu masyarakat tanpa pembagian. Masyarakat tanpa negara juga akan sulit dibayangkan. Bagaimana suatu proses pembagian kerja akan dijalankan. Pada kenyataannya, sosialisme cenderung berkembang kearah etatisme. Negara membagi pekerjaan. Elit menjadi kelas baru yang korup. Gagasan Marx akan masyarakat tanpa kelas tidak realistis, melainkan hanya khayalan (Utopis).
3. Revolusi sosialis (proletariat) tidak benar–benar terjadi karena gaji buruh kemudian dinaikkan. Dengan naikknya gaji buruh, seluruh tesis Marx akan revolusi proletar gugur. Para musuh–musuh Marx (kapitalis) melakukan bantahan terhadap tesis Marx dengan menaikkan upah buruh (Self denying Prophecy).
4. Dalam teori Marx, dengan menghilangnya kelas dan menghilangnya negara akan menghilangkan konflik dalam masyarakat. Faktanya di Uni sovyet, negara hancur karena terjadinya konflik. Dampak dari pemikiran Marx ini adalah terjadinya perubahan di kalangan kapitalis Liberal yang mulai memikirkan nasib buruh dengan memberikan perlindungan–perlindungan dan memberi peran kepada negara untuk mengatur buruh. Selain itu negara–negara kapitalis liberal juga menerapakan progressive taxation dan memberikan suatu jaminan sosial (Social security)
5. Teori bahwa sumber konflik hanya dari ekonomi, infrastruktur belum tentu berlaku universal.
6. Pendapat yang mengatakan bahwa gaji buruh tidak naik, tidak benar. Karena faktanya gaji naik. Jadi revolusi seperti yang digambarkan marx tidak pernah terjadi. Bahkan pada abad ke 20 negara–negara industri mengeluarkan peraturan perburuhan yang melindungi hak–hak buruh.
7. Marx juga tidak mampu menjelaskan “Stratifikasi sosial” atau terlalu menyederhanakan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Gidden, Kapitalisme dan teori sosial modern, Cambridge University Press
Djoyohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Franz Magniz Suseno,Pemikiran Karl Marx, dari sosialisme utopis ke perselisihan revisisonisme , P.T Gramedia Pustaka, Jakarta 2001.
Kuliah Prof.Dr. Maswadi Rauf.
Pressman, Steven. 2000. Lima Puluh Pemikir Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Skousen, Mark. 2005. Sang Maestro ”Teori-teori Ekonomi Modern”:Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada.